Menurut laman 4 International College and Universities (4ICU) UniRank, Universitas Sebelas Maret berhasil menduduki peringkat ke-12 nasional atau ke-913 internasional pada tahun 2021. Kriteria penilaian sendiri didasarkan pada tiga aspek, yaitu akreditasi oleh lembaga pendidikan tinggi Indonesia, adanya penawaran program gelar sarjana atau pascasarjana, dan tersedianya format pendidikan tatap muka.


Namun, capaian peringkat tinggi tidak dapat sepenuhnya mencerminkan realita yang terjadi di lingkungan kampus. Hal ini disebabkan oleh pihak universitas yang cenderung hanya menyampaikan berita ‘baik’ guna menjaga citra dan reputasi. Akibatnya, ketidakadilan dan ketidaksejahteraan yang ada seolah hanya angin lalu belaka.

Lantas, apakah UNS memang benar-benar cukup layak mendapatkan peringkat tinggi tersebut?

SEGELINTIR MASALAH YANG ADA DI WORLD CLASS UNIVERSITY 

  1. UNS TOWER VS KAMPUS WILAYAH: DAHULUKAN GENGSI NOMOR DUAKAN ESENSI

UNS TOWER adalah simbol hedonisme dan salah satu “ajang pencitraan” UNS di tengah banyaknya masalah di green campus ini. Salah satunya adalah  keadaan kampus wilayah yang memprihatinkan jelas patut disoroti di tengah pembangunan UNS TOWER yang dikebut sedemikian cepat. 

Kondisi kampus wilayah yang masih jauh dari kata standar, pun fasilitas belajar yang ada pun kurang layak. Pihak kampus seharusnya lebih memprioritaskan pembangunan kampus wilayah demi menunjang kegiatan akademis, daripada fokus membangun sebuah citra lewat gedung berlantai 11 menggunakan uang mahasiswanya. 

Menurut data dari skema pembiayaan tower 11 UNS, dana pembangunan tower tersebut berasal dari SPI Mahasiswa UNS. Padahal seharusnya UNS lebih memprioritaskan pembangunan kampus wilayah bukan fokus membangun sebuah citra lewat gedung berlantai 11 menggunakan uang mahasiswanya.

  1. PEMBATASAN MIMBAR BEBAS AKADEMIK DEMI CITRA BAIK

Tagar #UniversitasNggaweSusah merupakan salah satu bentuk aksi clicktivism yang dicanangkan oleh Keluarga Mahasiswa UNS hingga menjadi trending di sosial media Twitter pada tanggal 20 Juli 2020. Tagar ini menjadi salah satu bentuk kritik terhadap pihak rektorat dan jajarannya, karena sudah beberapa kali menolak untuk beraudiensi bersama mahasiswa-mahasiswa UNS untuk membahas persoalan keringanan UKT yang dirasa cukup berbelit persyaratannya; Hilangnya  SPI RP.0; serta keluarnya biaya almamater dari UKT. Kebijakan-kebijakan tersebut menjadi sebuah bentuk pengkerdilan kampus terhadap para mahasiswanya,karena masa pandemi hampir seluruh orang tua mahasiswa terkena dampaknya, terutama masalah finansial.

Menilik hal tersebut, Keluarga Mahasiswa UNS memberikan kritik dengan aksi turun ke jalan yang dilaksanakan di halaman Boulevard UNS dan tagar #UniversitasNggaweSusah hingga menjadi trending. Menurut akun @BEMUNS di twitter banyak mahasiswa yang dipanggil oleh pihak kampus untuk dimintai keterangan, mahasiswa-mahasiswa tersebut dipanggil setelah menulis tentang berbagai macam permasalahan yang sedang dihadapi oleh kampus. Dan secara tidak langsung kampus sudah melanggar Pasal 8 ayat (3) UU Dikti berbunyi: Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Sivitas Akademika, yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi.

  1. KURANGNYA TRANSPARANSI TERHADAP KASUS MENWA

Sudah 1 bulan berlalu meninggalnya Gilang Endi Saputra akibat kekerasan saat mengikuti diklat Menwa. Kasus tersebut seakan terkubur begitu saja, tidak ada kejelasan serta banyaknya proses dan fakta yang terkesan tidak transparan.

3 poin tuntutan yang telah ditandatangani bersama Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. (perwakilan pihak rektorat) yang berisi:

1. Rektorat UNS bersikap tegas dan transparan terhadap segala bentuk tindak pidana serta informasi terkait meninggalnya Almarhum Gilang Endi Saputra dan memberikan keadilan untuk korban beserta keluarga.

2. Rektorat UNS dan Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa untuk bertanggungjawab atas meninggalnya Almarhum Gilang Endi Saputra pasca mengikuti pendidikan dan Latihan Dasar Pra Gladi Patria XXXVI Tahun 2021.

3. Rektorat UNS meninjau ulang relevansi adanya Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa jika terbukti melanggar Peraturan Rektor No. 26 Tahun 2020.

hingga kini belum terealisasikan bahkan terkesan tidak digubris oleh rektorat. 

Pada poin tuntutan pembubaran menwa, pihak kampus lebih memilih  mengambil keputusan untuk melakukan pembekuan pada menwa. Menurut tim evaluasi internal alasan kasus kematian gilang ini disebabkan oleh kesalahan oknum bukan kesalahan kelembagaan. Padahal realitanya kasus kekerasan yang dilakukan Menwa ini bukan hanya sekali terjadi dan bukan hanya di UNS saja, namun beberapa Menwa di Universitas lain pun juga menjadi pelaku dari meninggalnya anggota Menwa, seperti di UMS dan di UPNVJ.

Tersangka sudah terkuak, berkas kasus sudah diajukan ke Kejaksaan Negeri Surakarta. Namun, pihak UNS masih belum bisa mengeluarkan SK pembubaran Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa, padahal telah terbukti Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa sudah melanggar peraturan rektor No. 26 Tahun 2020 tentang organisasi kemahasiswaan UNS, sesuai dengan nota kesepahaman yang telah ditandatangani oleh perwakilan pimpinan UNS, Prof. Ahmad Yunus, Wakil Rektor Bidang akademik dan kemahasiswaan. Disampaikan bahwa pimpinan UNS sepakat akan membubarkan Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa. 

Namun, UNS lagi-lagi mengingkari janji, bukannya memenuhi tuntutan pembubaran hingga kini Resimen Mahawasiswa UNS hanya dibekukan dengan dalih 

Namun, yang perlu digaris bawahi tidak ada bentuk pendisiplinan yang menghilangkan nyawa. Jadi Mau dibawa kemana keadilan? 

Referensi: